Step Forward

0 komentar
Well...

Mungkin ini keliatannya seperti menjelekkan keluarga sendiri atau sebangsanya, tapi ini sebatas pemikiranku saja. Ya, ini mengenai keluarga tempat aku bekerja dan tinggal.
Aku tinggal dan kerja dengan adik dari ibuku. Awal bekerja karena niatku untuk membantu karena anaknya yang sakit kanker neuroblastoma, kanker langka yang terjadi pada anak-anak dan belum ada obatnya. Setahun lebih aku disini, yang setiap hari dan setiap waktu selalu ada kejadian yang sama terulang terus menerus. Sampai sampai aku bosan dengan bagaimana cara dan semacamnya agar tidak terus terulang. Ini kan sama saja dengan masalah yang tidak terselesaikan, sedikit menyerah karena sepertinya semaksimal mungkin jadi yang terbaik tidak pernah jadi selesai. Yak, karena manusia memang tidak pernah puas, hanya saja mungkin lupa bersyukur.
Aku pun begitu, kenapa ga puas? Apakah aku kurang baik? Apakah aku salah? Selalu begitu, dan setiap aku memperbaikinya dan berusaha terus begitu tetapi tetap saja tidak puas. Siapa yang tidak puas? Ya si pemilik rumah dan pemilik perusahaan, sebut saja tuan dan nyonya.
Ketika aku datang pertama kali, niatku bekerja. Yaa... tahu banget lah kalau kita tinggal di rumah keluarga pasti donk ada sopannya (di rumah orang lain juga sih, hehe) tapi balik lagi dengan niat awalku, bekerja dan bukan jadi pembantu rumah tangga. Mungkin sesekali membantu urusan rumah tangga itu wajar, toh namanya aja tinggal bersama. Tapi aku ga sreg dengan peraturan di rumah ini, ya walau mau ga mau kudu mau diturutin. Semisal, gelas dan piranti makan tidak boleh pakai punya tuan dan nyonya dan anak-anaknya. Ada kejadian pas baru datang buat kerja tuh suruh minum, ambil sendiri, lalu ambilah gelas terdekat lalu isi air lalu minum, oke lega. Tapi beberapa detik kemudian, nyonya bilang (dan maksudnya nyindir) ke pembantu, kalau minum pake gelas sendiri-sendiri ya... jangan pake gelas punya bapak atau ibu. Glek! Mana tau ada peraturan gitu, baru dateng suruh minum ko malah digituin. Mana punya juga gelas sendiri. Inisiatif, langsung ganti gelas trus cuci deh gelas yang aku pakai tadi, yang ternyata kepunyaan nyonya. One point, langsung saat itu juga berpikir oh crap, ini rumah kayak kerajaan aja pake dibeda-bedain. Dan benar, beras lauk dan sebagai macamnya pun dibedain. Aku dan pembantu-pembantu lainnya makan dengan beras kualitas yang lebih rendah dari kepunyaan keluarga tuan nyonya, bahkan adik tuan yang artinya adik ibuku juga disuruh makan yang sama dengan aku. Aku bersyukur masih bisa makan (walau seleraku jadi hambar karena masakan disini tak seenak buatan ibuku), dan bisa hidup aman sampai sekarang (walau stress ga karuan).
Ini dan itu banyak sekali kejadian yang bentrok dengan prinsipku. Lama-lama bisa sih memfleksibelkan prinsipku, tapi aku tidak puas pada akhirnya. Aku tipe yang teratur terjadwal, sedangkan tuan tipenya selalu dadakan dan bikin spanneng alias tidak teratur. Berulang kali kerja sambil ngedumel, yang kerjaannya siapa aku yang ngerjain, sudah lewat jam kerja (sudah jam tidur malah) masih saja suruh kerja, dengan alasan lupa lupa dan lupa. Yang jadi pemikiran dasar aku tuh, kenapa ya diotaknya tidak dirunut apa-apa yang perlu dikerjakan, kalau ga bisa di otak ya ditulis kek.. dari yang gampang sampe yang berat, kan jadi enak ga ada yang kelewat. Ga harus maksa bangunin orang jam 3 pagi cuma buat transfer, kayak ga ada waktu lain.
It's complicated in here... and always be like this, karena sudah dari sononya tuan dan nyonya seperti itu.


"bertemu dengan sesuatu yang buruk membuatmu bertemu dengan yang baik sesudahnya."

0 komentar:

Posting Komentar

komen sih komen

 

©Copyright 2011 cerita PoENYa-koe | TNB